“Tuhan, apa Engkau akan mengirimku ke tempat itu?
Bukan kah itu tempat yang menyeramkan?”
“Tenang, di sana akan ada malaikat yang menjagamu”
“Siapa dia?”
“kamu bisa memanggilnya ibu”
“Bukankah di sana banyak orang-orang jahat,
bagaimana jika aku tersakiti?”
“malaikatmu akan menjagamu sepenuh hati, bahkan
sampai bertarung nyawa sekalipun”
“Tapi Tuhan, jika aku pergi kesana aku tidak akan
bertemu dengan Engkau. Bagaimana jika aku ingin bertemu dengan Engkau?”
“malaikatmu akan mengajarkan kamu bagaimana berkomunikasi
denganku, dia akan mengajarimu bagaimana untuk selalu mengingatku”
Tuhan selalu benar, Dia tanpa rekayasa. Dia
memberikan malaikat yang akan menjaganya untuk kami para anak.
Ibu, kasihmu sepanjang masa.
Kau relakan semua kehidupanmu demi anak mu.
Kau rela menghirup udara di pagi hari untuk
mengumpulkan semangat demi membesarkan anakmu.
Magelang, 11 Januari 2015.
Badan ini memang tidak sebegitu sehat untuk terjaga
sampai larut ini. Bahkan hidung ini masih saja tidak bisa di ajak kompromi
untuk membiarkan diri ini menghirup udara dengan bebasnya, semakin tidak
bersahabat karena perjalanan malam hari tadi menggunakan motor dari jalan raya
menuju rumahku. Walapun tidak begitu jauh. Tetapi gas yang ditarik oleh bapakku
lumayan membuat badan ini mengigil di belakangnya. Ditambah lagi batuk yang
semakin menyiksa diri ini.
Beberapa jam yang lalu diri ini memberanikan diri
untuk mengambil resiko bahwa kesehatan akan semakin memburuk jika tetap nekat
melakukan perjalanan dari kota Yogyakarta ke Magelang. Tetapi apa boleh buat,
rasa tidak sabar untuk segera memberikan kabar gembira ini untuk orang tua di
rumahlah yang membuat diri ini nekat melakukan perjalanan itu. Setelah ujian
selesai, diri ini meminta bantuan kawan untuk diantarkan ke terminal yang akan membawa
diri ini ke rumah, kota kelahiran. Membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai
di terminal tersebut, tetapi syukur Alhamdulillah masih mendapatkan bus
terakhir yang penuh sesak oleh penumpang dari kota Yogyakarta.
Sesampainya di rumah diri ini mendapati ibu yang
sedang membereskan kerjaan rumahnya tadi di dapur. Seperti biasa pertama kali
yang aku sapa adalah ibu ku dan kedua adalah nenek.
Aku tidak langsung segera mandi, beristirahat
terlebih dahulu untuk mengurangi rasa capek di badan. Dan tidak lain yang diri
ini lakukan adalah mendengarkan ocehan bapak ketika mendapati anaknya pulang
dengan badan tidak sehat. Di tambah lagi batuk yang semakin menyiksa ini.
Malam mulai larut, ketika aku sibuk dengan tugas
kuliahku di meja belajar adekku. Dan semunya juga duduk bersamaku di ruang
tamu. Kegiatan yang entahlah sejak kapan menjadi sebuah tradisi yang tiba-tiba
ketika ada seseorang yang tidak sering berada di rumah kini memutuskan untuk
pulang, pastilah semuanya berkumpul bersama di ruang tamu. Tetapi tidak dengan
bapakku, baliau masih asik sendiri di ruang sebelah, terkadang juga ikut
nimbrung bersama kami. Dan saat-saat seperti ini lah yang paling diri ini sukai.
Ibuku senantiasa mendegarkan cerita panjang lebarku selama di tempat kerja dan
sekarang ada lagi cerita tambahan yang membuat ceritaku semakin panjang dan
lebar, yaitu tentang kuliahku, tentang temanku juga.
Tidak hanya itu, kakak perempuanku juga sekarang
semakin sering bercerita tentang semuanya, tentang rencana dia. Kalau adekku,
kebanyakan diri ini lebih sering mengodanya saat dia bercerita.
Malam semakin larut, tugas ini sudah dari tadi tidak
diri ini teruskan, sebab terlalu asik bercerita. Badan yang tadinya tidak enak
sekarang sudah lebih baik, sudah di beri obat dan batuk juga sudah sedikit reda
karena ramuan dari ibu tadi. Saat diri ini mulai membicarakan tentang sesuatu
yang sudah direncanakan saat di kampus tadi, tentang kabar gembira itu, tentang
rencanaku yang akan segera mengoperasaikan ibu. Alhamdulillah diri ini mendapat
rejeki yang lebih dariNya lewat rekan kerja. Sudah dari dulu sebenarnya rencana
ini, tetapi selalu saja tidak pernah ada kesempatan untuk memberitahu kabar
gembira ini.
Tetapi apa yang diri ini dapat? Penolakan secara
halus dari ibu. Seperti ada yang tidak beres diri ini rasa. Bagaimana mungkin
tidak, rencana perngoperasian yang sudah dulu di rencanakan, dan memang baru
kali ini tersampaikan ditolak begitu saja, dengan alasan ibu tidak tega
denganku. Diri ini rasa, diri ini ikhlas, sangat-sangat ikhlas untuk seseorang
yang mengorbankan hidupnya demi membesarkan kami. Mengorbankan kesehatannya
demi masa depan kami. Dan sekarang, diri ini sangat ingin memperhatikan
kesehatannya, seperti halnya beliau yang memperhatikan kesehatan diri ini.
Diri ini yakin, beliau menginginkan hal itu, untuk
kesembuhannya. Tetapi, oh Tuhan,, sungguh besar kasih sayangnya pada kami.
Hingga beliau tidak mau merepotkan kami. Bahkan sudah bertahun-tahun diri ini
tidak mengerti keadaan beliau, yang secara sembunyi-sembunyi beliau rahasiakan
dari kami, anak-anaknya. Hingga sejak smk kemarin diri ini mengetahui yang
sebenarnya. Penyakit yang ada di tubuhnya.
Saat-saat seperti ini, saat beliau memang sedang
membutuhkannya, lihatlah, dengan ikhlasnya beliau bilang, semua itu tidak perlu
untuknya. Beliau lebih mementingkan kami dari pada dirinya. Duhh,, Tuhan.. diri
ini mungkin memang tidak bisa dan tidak akan bisa mengantikan semua pengorbanan
beliau. Tapi diri ini hanya ingin beliau bahagia dan sehat. Memang tidak
seberapa yang diri ini kasih. Tetapi ini semua tanda rasa syukur karena telah
di lahirkan oleh wanita setegar dia Tuhan.
Diri ini terus memaksa, terus membujuk. Entah, diri
ini masih tidak bisa berfikir selayaknya seorang ibu. Diri ini hanya ingin
sedikit mengucapkan terimakasih atas semuanya, segalanya yang telah beliau
berikan. Awalnya beliau masih dengan halusnya menolak, tetapi syukur sekali,
tenang hati ini dan fikiran, saat bisa menyakinkan beliau dan beliau menerima
rencana pengoperasian itu. Semoga semuanya bisa menjadi lancar. Aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar