Minggu, 07 Juni 2015

PERJALANAN DI SEMESTER KEDUA



Menjadi seorang mahasiswa tidak semenarik yang aku bayangkan. Tidak semuanya harus selalu berjalan sesuai angan-angan. Bahkan terkadang ada yang baru menyadari bahwa apa yang kita pilih ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dari awal perjalanan ini semua memang terasa seperti tantangan sendiri untukku. Untuk mencapai masa depan yang lebih cerah. Untuk semuanya yang aku butuhkan kelak, memang aku sangat sadar sekali akan semua pengorbanan yang harus aku lakukan untuk mencapai semuanya sendirian. Semakin lama menempuh perjalan hidup ini, semakin aku mengerti karakter apa yang ada di diriku saat ini. Semakin aku mengerti dengan kehidupan yang sangat menjengkelkan dan semenakutkan yang tidak pernah aku fikirkan sebelumnya. Semakin aku harus berfikir dua kali untuk hal yang sama. Diawal semester ini, aku sangat menyambutnya dengan dengan semangat baru. Lebih bersemangat dari pada sebelumnya. Tetapi kita semua tidak tau apa yang akan terjadi dikemudian hari. Hari demi hari kudapati semangat mereka semakin menurun. Semakin bingung dengan jalan fikiran mereka. Tetapi itu tidak boleh ada didiriku. Memang aku sadar mungkin akan sangat susah sekali untuk menjalani kehidupan seperti ini. Tetapi kita tidak akan tau jawabanya jika kita sendiri tidak menjalaninya.
Perjalanan selama semester dua, panah asmara kembali lagi menghujam hati ini. Dulu memang ada yang mengobati luka dalam hati ini, tetapi aku mulai ragu dengan dia yang memiliki sikap acuh tak acuh. Ketika itu seseorang datang padaku, ragu memang yang aku rasa. Seperti ini tidak ada bedanya dengan keadaan satu tahun yang lalu. Menata hati karena pernah dibuat berantakan oleh orang tidak mengerti soal perasaan itu sangatlah tidak mudah. Membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga membutuhkan kesabaran extra. Maka diri ini tidak akan dengan mudah mempercayai mereka dengan begitu mudahnya. Tetapi entah apa yang membuat dia menjadi begitu special di hati saat ini. Yang sudah dari dulu tidak pernah memiliki fikiran untuk mempercayai padanya tentang perasaan ini. Yang hanya dengan dia lah nama itu, yang sudah satu tahun yang lalu membuat sakit semuanya dan kini sekarang hampir tidak pernah lagi terfikirkan. Dia yang aku temukan untuk mengisi kekosongan hati ini, yang sudah memiliki komitmen denganku. Dan aku rasa sepertinya akan menjadi cerita di hari-hari ku selanjutnya. Itu yang aku fikirkan ketika menyadari perasaan ini padanya begitu dalam. Tetapi akhir-akhir ini dia selalu berhasil membuatku sakit hati dengan tetap menunggunya terus dan terus. Membiarkan perasaan ini berharap lebih padanya. Sudah sejak awal sedikit berusaha membatasi perasaan ini. Tetapi sepertinya itu tidak berhasil padaku. Semakin hari semakin besar harapan ini. Tetapi hati ini masih sangat takut jikalau memang pada akhirnya cerita satu tahun yang lalu itu terulang kembali. Menjadi cerita pahit dalam kehidupan remajaku selanjutnya. Mengukir kenangan menyedihkan. Tetapi ketika fikiran itu terlintas begitu saja, selalu aku berusaha untuk menampiknya. Membuat keadaan kembali seperti semula. Bagiku, tidak ada masalahnya untuk menunggu sebuah kepastian itu dangan selalu berusahan menjaga perasaannya. Walapun itu sangat sulit aku rasa. Atau bisa jadi diam-diam aku yang membuat dia sakit hati karena tingkahku saat ini.
Perlahan-lahan memahami karakter dia, walapun itu artinya aku yang harus selalu mengalah dan menyembunyikan perasaan yang, emmm mungkin tidak seharusnya dia tau, serta tentang keadaanku di sini yang selalu menuggunya. Bahkan tidak jarang juga aku yang membuat hati ini terasa sakit sendiri jika mengingatnya. Rasa ego untuk memilikinya yang membuat diri ini harus bekerja extra berkali-kali lipat untuk menghibur diri. Ketika dirasa dia tidak perlu tau tentang lelahnya menunggu dan lelahnya membuat sebuah kepercayaan yang kuat. Yang mampu membuat hati ini begitu bersemangat setiap harinya. Mungkin bisa di bilang wanita bodoh yang akan berada di posisiku saat ini, yang sudah jelas awal mula kisah ini sama dengan kisah sebalumnya, satu tahun silam, yang lagi-lagi dengan terpaksa aku harus meyebutnya dia yang pernah melukai hati ini.
Tetapi tanpa semua ini lika-liku kehidupan untuk mencapai sebuah yang dinamakan puncak tidaklah bisa akan berwarna indah seperti layaknya pelangi. Tuhan memiliki caraNya sendiri untuk membuah umatnya selalu bahagia dan bersyukur. Maka dari itu aku selalu menjadikannya doa yang nantinya akan menjadi kenyataan di hidup ini. Tidak hanya sekedar angan-angan manusia ramaja.
Aku menyadari sesuatu yang menguatkan aku disini, orangtua dan mereka para sahabatku yang senantiasa selalu bersedia untuk bisa ku repotkan dengan semua cerita basiku ini. Walapun mereka akhir-akhir ini selalu membuat aku iri, dengan ketidak adaan waktu untuk kami berkumpul lagi, dan ini membuat aku sadar juga semakin menjalani hidup ini, kita semakin memiliki urusan masing-masing dengan orang yang berbeda-beda. Sangat begitu susah sekarang untuk bisa bertemu dengan mereka. Walau itu hanya untuk sekadar membicarakan masalah sepele tetapi selalu membuat kesan tersendiri untuk kami semua. Mencoba menegarkan satu sama lain, memperingati satu sama lain, menegur satu sama lain, mengoda satu sama lain, membantu satu sama lain dan menghibur satu sama lain, tidak perduli apa kami sekarang, latar belakang kami, semakin kami berbeda, semakin menyatukan persaudaraan di antara kami.
Mungkin keadaan ini bisa di bilang lebih buruk dari sebelumnya, tetapi ini akan menjadi sebuah pelajaran berharga untuk waktu selanjutnya. Semua tergantung kita mengemudi lurus kedepan. Meuju tujuan hidup. Menembus semua hambatan untuk masa depan. Masa sekarang kami memang masih belum siapa-siapa, dan kami memang tidak tau akan jadi apa kami kelak, tetapi kami selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk diri kami sendiri.

Jumat, 06 Maret 2015

SELAMAT TINGGAL SEMESTER 1, SELAMAT DATANG SEMESTER 2

Sepertinya awal semester ini tidak akan ada rencana untuk melakukan sebuah perjalanan dengan kawan-kawan. Semua serba sibuk dengan urusan masing-masing, pun juga dengan diri ini. Mempersiapkan demi melihat sesuatu yang tidak akan terduga nantinya.
Semester ini akan sangat berbeda dengan sebelumnya. Dia yang cuek semakin tidak memperdulikan, dia yang biasa semakin menjadi luar biasa dalam hidup ini, dan seperti cerita itu semua akan berlalu dengan sendirinya dan dengan semestinya.

Ini artinya sebuah musim sudah berakhir dan akan di gantikan dengan musim yang lain, entah itu hujan, panas, dan badai. Diri ini memang sudah merasakan sebuah perubahan besar di semester lalu. Semua pemandangan dan sebuah rasa yang sangat diri ini rindukan. Awalnya diri ini yakin, itu lah yang disebut pelabuhan. Tetapi ternyata diri ini salah, itu hanya semuah dobrakan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Ibaratkan kita diasingkan di sebuah kastil yang sangat berada jauh dari keramaian, bahkan batu-batuan dan pepohonan di sana tidak pernah mengenal apa itu jalan beraspal, apa itu keramaian dan kehebohan di pinggir gang. Hingga suatu hari, pintu gerbang kastil itu terbuka, bena-benar terbuka oleh sebuah dobrakan keras. Tetapi ini bukan ending dari sebuah cerita. Ini adalah pembukan dalam sebuah cerita kehidupan baru. Bukan kah semuanya pasti sudah mengiria kalau aka nada kehidupan baru selanjutnya? Ya memang itu yang terjadi, setelah dobrakan itu. Diri ini di tuntut untuk terus maju terus berkalana untuk mendapatkan sebuah pelabuhan yang benar-benar terakhir.

Minggu, 08 Februari 2015

08 Februari 2015 People Come And Go



Apa kalian pernah merasakan dunia ini berhenti berputar untuk beberapa detik? Dan hanya bisa melihat pada satu titik dengan jelas, yaitu seseorang yang sekarang berada di depan kalian. Walaupun itu hanya terjadi dalam hitungan detik, tapi kalian merasakannya sangat sangatlah lambat?
Cerita ini,maaf tidak bisa menuliskan secara gamblang bagaimana adegan yang hanya beberapa detik itu berlangsung. Tetapi ini,,,, membuat aku tidak bisa berfikir waras.
(minggu, 08 Februari 2015)
“Usahakan bulan maret kamu ke Jogja lagi yah?”
“Ada apa?”
“Tidak, hanya saja akan ada acara pameran di mana itu namanya, di geee……”
Langkah ku terhenti seketika. Tidak, tidak hanya langkah ini yang aku sadari tak bergerak sama sekali. Gerakan bibir ini juga seketika terhenti, hanya menyisakan getaran pada bibir ini yang, aku rasa tidak tau ingin berkata apa.  Ku dapati nafas ini tertahan untuk beberapa detik. Yang berdetak semakin kencang dari normal adalah detak jantung ini, yang tiba-tiba berdekat semakin kencang ketika aku menyadari sesuatu yang aku fikirkan selama beberapa dekit ini, ternyata adalah nyata. Ya kebetulan yang sangat nyata. Seseorang itu tersenyum yang aku rasa dia juga kaget melihat diri ini yang berdiri tak jauh dari tiang listrik itu. Tapi dia lebih bisa mengontrol dirinya ketimbang aku yang masih berdiri dengan seribu fikiranku dan dengan tatapan yang masih tidak percaya. Dan……
“hay”
Dia melambaikan tangan kanannya sembari tersenyum menyapa di atas sepedanya. Entah fikiran apa yang masih sibuk berada di otak ini hingga aku sendiri tidak membalas sapaannya, hanya bertanya dengan muka yang,,, duh,,, sebegitu tidak percayanya hingga aku sendiri tidak bisa mengembarkan bagaimana ekspresi ku saat itu. Beberapa detik memang aku mengacuhkan kedua teman ku yang berada di belakangku itu.
“kok sendirian?” ya hanya pertanyaan yang terdiri dari dua kata yang bisa aku keluarga dari bibir yang sudah sedikit tidak membeku ini.
“iya” senyuman itu masih tidak hilang dari raut mukanya. Tetapi dirinya sudah sedikit menjauh dari tempat ku berdiri oleh sepeda yang di tumpanginya.
“mau kemana?”
“jalan jalan saja” Kali ini jawabannya sungguh membuat jantung ini semakin berdetak kencang dari yang tadinya di atas normal. Tetapi rasa kecewa juga menjalari tubuh ini, bukan karena dia yang pergi menjauh dari tempat ku berdiri. Tetapi karena senyuman itu sudah tidak terlihat dari wajahnya dan matanya sedikitpun tidak melihat kearahku lagi. Pandangan ini masih saja mengarah ke orang dengan sepeda itu, hingga dirinya tidak lagi terlihat di tikungan itu. Bahkan pandanganku tidak beralih sedikitpun darinya tetapi, dia sama sekali tidak berbalik melihat kebelakang seperti yang aku lakukan padanya. Bahkan dari kejadian awal tadi, pertama kali aku melihatnya, yang hanya berjalan beberapa detik dengan cepatnya itu, tetapi aku merasa seolah-olah dunia di sekitar berhenti, hanya dirinya yang bisa aku lihat dengan jelas.
“kok kamu melihat laki-laki itu seperti tidak ikhlas dia pergi?”
Seseorang temanku tiba-tiba membuyarkan lamunan ini. Oh,,,, sepertinya memang benar yang temanku bilang itu, aku memang tidak ikhlas melihat dia pergi, tanpa melihat ke arahku lagi. Duh,,,, bodoh sekali diri ini. Oh Tuhan... Jika perasaan ini memang ada untuknya, apa yang bisa aku lakukan? L

Senin, 02 Februari 2015

When I Was Born

03 Februari 1996 - 03 Februari 2015
Terimakasih Tuhan, Engkau telah izinkan diri ini untuk menikmati dunia ini. 19 Tahun lamanya, diri ini menginjakan kaki di bumiMu. Dimana kehidupan semu yang ada.
Terimakasih Tuhan, Engkau telah izinkan diri ini untuk di besarkan oleh orang tua yang sangat tegar, yang sangat kuat.
Terimakasih untuk hidup ini, terimakasih untuk RahmadMu Ya Rabb...
Dan terimakasih untuk 19 tahun lamanya Engkau telah menyayangiku Ya Rabb...
Diri ini terus berusaha untuk menjadi yang lebih baik lagi. Diri ini selalu berharap, semoga jalan yang diri ini ambil, adalah selalu di ridhoi olehMu.
Diri ini selalu berdoa akan pertolonganMu.
Diri ini selalu berharap, mereka yang selalu menyayangi diri ini dan diri ini pula menyayangi mereka selalu berada di bawah perlindunganMU Ya Rabb.
19 tahun sudah diri ini menginjakan kaki di bumiMu.
Tapi diri ini merasa belum melakukan apa apa. Bahkan untuk membahagiakan mereka yang membesarkan diri ini. Merawat diri ini dan mengajarkan diri ini akan suatu hal yang baik untuk sebuah hidup. Tuhan, diri ini berharap. Kelak, sebelum ajal menjemput mereka yang sangat diri ini sayangi mereka sudah bisa tersenyum bahagia dan bangga akan diri ini. Untuk sahabat-sabahat hamba semoga mereka selalu berada di jalanMu. Dan untuk teman hamba, teman baik hamba semoga mereka juga selalu berada di jalan yang Engkau Ridhoi, untuk seseorang yang sekarang ada di hati diri ini, diri ini sadar, jika diri ini tidak akan mampu untuk bertahan dengan diamnya diri ini padanya, tapi apa boleh buat, diri ini sama sekali buntu untuk menunjukan perasaan ini padanya Ya Rabb,, biarlah perasaan ini diri ini yang simpan, sampai Engkau benar-benar mengizinkannya.
Terimakasih Tuhan, atas segala kenikmatan ini.

Senin, 19 Januari 2015

when boredom struck



Diri ini masih ingat, tahun pertama kelulusan saat masih bekerja di Jakarta, kota metropolitan. Hampir dua tahun silam. Saat-saat masa 3 bulan mulai habis, saat itu diri ini merasa bosan dengan karyawan di sana, tapi hanya satu yang tidak diri ini bosankan, yaitu saat diri ini mulai belajar salah satu software desain. Saat itu satu karyawan yang menjadi panutanku di sana, dengan senang hati akan membimbingku belajar desain, tapi dengan syarat jika dia memang tidak memiliki kegiatan lain. Lama di tunggu, berhari-hari, sepertinya beliau sibuk terus, hingga diri ini memilih untuk belajar sendiri. Dan tak lama lagi, tiba saatnya diri ini memilih untuk keluar dari sana. Memilih untuk mengambil sebuah pekerjaan di kota istimewa Yogyakarta.
Apa yang diri ini dapat di kota yang sekarang ini menjadi tempat tinggal sementara? Perawalan yang menyedihkan diri ini rasa. Kesepian hingga larut dalam kebosanan. Tetapi tidak lama setelah itu, diri ini memiliki kegiatan yang pada saat itu diri ini rasa tidak akan pernah bosan untuk melakukannya. Tidak jauh beda dengan yang di Jakarta dulu. Ya, kegiatannya hanyalah belajar salah satu software desain. Tapi dengan jenis ayng berbeda. Diri ini mendapatkan suatu kenyamanan dan keasyikan saat belajar. Hingga seseorang datang dalam hidup ini, mengisi dan menambah semangat belajar yang terus mengebu-gebu.
Benar yang diri ini sangka. Diri ini tidak ada bosannya. Merasa ini adalah bagian dari hidup ini. Tetapi, tidak di sangka, seseorang itu tiba-tiba pergi jauh, meninggalkan diri ini yang belum dan sangat jauh dari kata pandai. Diri ini mencoba berfikir positif. Terkandang, Tuhan memang mempertemukan kita, tetapi Tuhan tidak menyatukan kita.
Semuanya benar-benar terbalik sekarang, semenjak kepergian dia. Tetapi diri ini rasa tidak ada gunanya untuk bersedih. Diri ini masih bisa untuk tegar. Diri ini lalu berusaha untuk bangit, berhasil....... emm,, mungkin memang belum bisa untuk di katakan berhasil. Tetapi ini jauh lebih baik dari pada terus memurukan diri di tempat yang tidak bermanfaat. Diri ini lalu mencoba berkelana memperbanyak ilmu walapun hanya sendirian. Tetapi diri ini sadar, bahwa di sana masih ada kawan yang senantiasa mau menemani perjalanan hidup ini.
Mencoba untuk lebih baik lagi. Lagi dan lagi. Hingga kehidupan berikutnya telah diri ini jalani dengan pelan-pelan tapi pasti. Tetapi aneh, ini sangat aneh. Saat diri ini merasa jauh lebih baik. Perasaan bosan itu datang lagi, menghampiri otak ini dan mulai meracuni sel sel otak yang ada. Semua serasa menjadi bertemakan bosan. Ini itu menjadi tidak bersemangat lagi. hingga semuanya terbangkalai. entah karena apa diri ini merasa sudah jauh meninggalkan apa yang diri ini sukai. Merasa memerlukan pertolongan, tetapi pada siapa? Lemaaahhh.. Sekarang, dan entah untuk sampai kapan :(
Seseorang,, tolong......

Jumat, 16 Januari 2015

Tujuan pertama memasuki tahun kedua


Agustus, 2014  

            Sebelumnya tidak pernah diri ini berfikiran akan terjebak dalam situasi seperti ini. Dan di kehidupan seperti ini. Tapi diri ini lama kelamaan mulai sadar hidup terus berputar, waktu akan terus berjalan tanpa bisa kembali lagi.
            Di sini, bulan Agustus tahun lalu, diri ini menjebakan diri untuk memasuki kehidupan yang lebih menantang ketimbang harus setiap hari duduk di depan layar monitor yang dari dulu hingga sekarang masih saja tidak akan bisa menjawab semua pertanyaan kehidupanku. Diri ini sudah terlalu bosan untuk menatap kehidupan yang begitu monoton. Merasa akan sia-sia saja jika tidak melakukan perubahan atau bisa dibilang sebuah peberontakan.
            Langkah kaki ini memang masih tidak menentu, dari Agustus tahun lalu, hingga saat ini sudah menjejakan akhir tahun semester satu. Tetapi diri ini merasa tidak ada lagi kesia-sia jika diri ini menikmati masa masa indah ini. Ternyata menjebakan diri di kehidupan yang sekarang ini lebih mengasikan dari pada hanya menatap kosong layar monitor di kantor, dan berteman di dunia maya. Diri ini merasakan kehidupan yang berbeda, manis pahitnya kehidupan seperti yang dulu. Lebih bisa menghargai semua yang ada. Lebih bisa mengartikan sebuah pengorbanan demi masa depan. Dan tidak lain juga yang membuat senang hati  ini kala menyadari diri ini sudah benar-benar berada di kehidupan yang beda lagi, adalah saat-saat bertemu dengan mereka.



Minggu, 11 Januari 2015

MALAIKAT BUMI




“Tuhan, apa Engkau akan mengirimku ke tempat itu? Bukan kah itu tempat yang menyeramkan?”
“Tenang, di sana akan ada malaikat yang menjagamu”
“Siapa dia?”
“kamu bisa memanggilnya ibu”
“Bukankah di sana banyak orang-orang jahat, bagaimana jika aku tersakiti?”
“malaikatmu akan menjagamu sepenuh hati, bahkan sampai bertarung nyawa sekalipun”
“Tapi Tuhan, jika aku pergi kesana aku tidak akan bertemu dengan Engkau. Bagaimana jika aku ingin bertemu dengan Engkau?”
“malaikatmu akan mengajarkan kamu bagaimana berkomunikasi denganku, dia akan mengajarimu bagaimana untuk selalu mengingatku”

Tuhan selalu benar, Dia tanpa rekayasa. Dia memberikan malaikat yang akan menjaganya untuk kami para anak.
Ibu, kasihmu sepanjang masa.
Kau relakan semua kehidupanmu demi anak mu.
Kau rela menghirup udara di pagi hari untuk mengumpulkan semangat demi membesarkan anakmu.
Magelang, 11 Januari 2015.
Badan ini memang tidak sebegitu sehat untuk terjaga sampai larut ini. Bahkan hidung ini masih saja tidak bisa di ajak kompromi untuk membiarkan diri ini menghirup udara dengan bebasnya, semakin tidak bersahabat karena perjalanan malam hari tadi menggunakan motor dari jalan raya menuju rumahku. Walapun tidak begitu jauh. Tetapi gas yang ditarik oleh bapakku lumayan membuat badan ini mengigil di belakangnya. Ditambah lagi batuk yang semakin menyiksa diri ini.
Beberapa jam yang lalu diri ini memberanikan diri untuk mengambil resiko bahwa kesehatan akan semakin memburuk jika tetap nekat melakukan perjalanan dari kota Yogyakarta ke Magelang. Tetapi apa boleh buat, rasa tidak sabar untuk segera memberikan kabar gembira ini untuk orang tua di rumahlah yang membuat diri ini nekat melakukan perjalanan itu. Setelah ujian selesai, diri ini meminta bantuan kawan untuk diantarkan ke terminal yang akan membawa diri ini ke rumah, kota kelahiran. Membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai di terminal tersebut, tetapi syukur Alhamdulillah masih mendapatkan bus terakhir yang penuh sesak oleh penumpang dari kota Yogyakarta.
Sesampainya di rumah diri ini mendapati ibu yang sedang membereskan kerjaan rumahnya tadi di dapur. Seperti biasa pertama kali yang aku sapa adalah ibu ku dan kedua adalah nenek.
Aku tidak langsung segera mandi, beristirahat terlebih dahulu untuk mengurangi rasa capek di badan. Dan tidak lain yang diri ini lakukan adalah mendengarkan ocehan bapak ketika mendapati anaknya pulang dengan badan tidak sehat. Di tambah lagi batuk yang semakin menyiksa ini.
Malam mulai larut, ketika aku sibuk dengan tugas kuliahku di meja belajar adekku. Dan semunya juga duduk bersamaku di ruang tamu. Kegiatan yang entahlah sejak kapan menjadi sebuah tradisi yang tiba-tiba ketika ada seseorang yang tidak sering berada di rumah kini memutuskan untuk pulang, pastilah semuanya berkumpul bersama di ruang tamu. Tetapi tidak dengan bapakku, baliau masih asik sendiri di ruang sebelah, terkadang juga ikut nimbrung bersama kami. Dan saat-saat seperti ini lah yang paling diri ini sukai. Ibuku senantiasa mendegarkan cerita panjang lebarku selama di tempat kerja dan sekarang ada lagi cerita tambahan yang membuat ceritaku semakin panjang dan lebar, yaitu tentang kuliahku, tentang temanku juga.
Tidak hanya itu, kakak perempuanku juga sekarang semakin sering bercerita tentang semuanya, tentang rencana dia. Kalau adekku, kebanyakan diri ini lebih sering mengodanya saat dia bercerita.
Malam semakin larut, tugas ini sudah dari tadi tidak diri ini teruskan, sebab terlalu asik bercerita. Badan yang tadinya tidak enak sekarang sudah lebih baik, sudah di beri obat dan batuk juga sudah sedikit reda karena ramuan dari ibu tadi. Saat diri ini mulai membicarakan tentang sesuatu yang sudah direncanakan saat di kampus tadi, tentang kabar gembira itu, tentang rencanaku yang akan segera mengoperasaikan ibu. Alhamdulillah diri ini mendapat rejeki yang lebih dariNya lewat rekan kerja. Sudah dari dulu sebenarnya rencana ini, tetapi selalu saja tidak pernah ada kesempatan untuk memberitahu kabar gembira ini.
Tetapi apa yang diri ini dapat? Penolakan secara halus dari ibu. Seperti ada yang tidak beres diri ini rasa. Bagaimana mungkin tidak, rencana perngoperasian yang sudah dulu di rencanakan, dan memang baru kali ini tersampaikan ditolak begitu saja, dengan alasan ibu tidak tega denganku. Diri ini rasa, diri ini ikhlas, sangat-sangat ikhlas untuk seseorang yang mengorbankan hidupnya demi membesarkan kami. Mengorbankan kesehatannya demi masa depan kami. Dan sekarang, diri ini sangat ingin memperhatikan kesehatannya, seperti halnya beliau yang memperhatikan kesehatan diri ini.
Diri ini yakin, beliau menginginkan hal itu, untuk kesembuhannya. Tetapi, oh Tuhan,, sungguh besar kasih sayangnya pada kami. Hingga beliau tidak mau merepotkan kami. Bahkan sudah bertahun-tahun diri ini tidak mengerti keadaan beliau, yang secara sembunyi-sembunyi beliau rahasiakan dari kami, anak-anaknya. Hingga sejak smk kemarin diri ini mengetahui yang sebenarnya. Penyakit yang ada di tubuhnya.
Saat-saat seperti ini, saat beliau memang sedang membutuhkannya, lihatlah, dengan ikhlasnya beliau bilang, semua itu tidak perlu untuknya. Beliau lebih mementingkan kami dari pada dirinya. Duhh,, Tuhan.. diri ini mungkin memang tidak bisa dan tidak akan bisa mengantikan semua pengorbanan beliau. Tapi diri ini hanya ingin beliau bahagia dan sehat. Memang tidak seberapa yang diri ini kasih. Tetapi ini semua tanda rasa syukur karena telah di lahirkan oleh wanita setegar dia Tuhan.
Diri ini terus memaksa, terus membujuk. Entah, diri ini masih tidak bisa berfikir selayaknya seorang ibu. Diri ini hanya ingin sedikit mengucapkan terimakasih atas semuanya, segalanya yang telah beliau berikan. Awalnya beliau masih dengan halusnya menolak, tetapi syukur sekali, tenang hati ini dan fikiran, saat bisa menyakinkan beliau dan beliau menerima rencana pengoperasian itu. Semoga semuanya bisa menjadi lancar. Aamiin...